5 Nov 2021

Cara Dia Berterima Kasih

Saat itu sore hari di Sukabumi. Saya sedang belajar di ruangan saya, mengejar ketertinggalan saya dalam mata kuliah Bahasa Arab. Latar belakang saya yang lulusan SMU Umum, ternyata menjadi tantangan besar untuk menempuh pendidikan Studi Bahasa Arab saat itu. Berbeda dengan teman-teman lainnya yang rata-rata jebolan aliyah atau bahkan pesantren.

Saat sedang asik mengulang pelajaran, tiba-tiba terdengar ketukan pintu, disusul suara yang memanggil dalam bahasa arab namun bernuansa logat medok jawa, yang artinya "lagi sibuk? Saya perlu P3K"

Saat itu saya memang mengemban amanah lain disamping sebagai pelajar. Mereka para petinggi sekolah tinggi tersebut, menganggap background saya sebelumnya yang pernah belajar kesehatan bisa dimanfaatkan dengan menjadi penanggung jawab Bagian Kesehatan.

Saya lalu membuka pintu. Terlihat teman yang berasal dari Tegal (ga heran bahasa arabnya berlogat medhok, hehe) tersenyum tapi sambil merintih. Dia menunjukkan jempol kakinya yang terluka akibat main bola lapangan.

Saya mencoba membersihkan lukanya, lalu melakukan tindakan yang diperlukan, dan diakhiri dengan memberikan perban pada kakinya tersebut.

Singkat cerita, beberapa pekan kemudian setelah beberapa kali ganti perban, kakinya sudah mulai sembuh, dan tibalah pada penggantian perban yang terakhir. Artinya, tidak perlu ada "kontrol" lagi.

Setelah prosesi selesai, dia pun mengucap terima kasih dengan senyum lega terukir di wajahnya, lalu keluar dari ruangan P3K itu.

Namun tak lama, tiba-tiba dia kembali lagi. Dia membawa sarung yang membulat karena ditengahnya ada terbungkus sesuatu. Kemudian, dia letakkan sarung itu di atas meja saya, lalu dengan hati-hati membukanya.

"Ini ada sesuatu dari saya, mohon maaf ga seberapa...", ucapnya sambil mengeluarkan beberapa makanan ringan yang diborongnya dari kantin kampus. Jumlahnya tidak banyak memang, tapi sangat bervariasi.

Saat itu hati saya tersentak. Saya tahu dia bukan berasal dari keluarga menengah keatas. Penampilannya sangat sederhana. Hingga bahkan kita bisa hapal baju yang dipakainya, karena sepertinya dia cuma punya 3-4 lembar baju yang dipakainya sehari-hari, namun selalu tetap tampil bersih dan rapi. Bahkan sarung yang digunakan untuk membawa cemilan itu pun, sudah terlihat lusuh dan tua.

Dia bukan orang yang kelebihan uang, tapi dia mau berkorban untuk sekedar berterima kasih.

Saya banyak belajar dari kejadian tersebut. Bahwa berterima kasih tidak perlu dalam wujud yang mahal dan ribet. Dia sangat paham kebiasaan saya yang hobby ngemil. Dan disitulah cara dia berterima kasih.

Sebenarnya, senyuman lega yang menghias wajahnya, sudahlah cukup membuat saya bahagia karena menolongnya. Tapi, dibalik kesederhanaan dan keterbatasannya secara finansial, dia tetap punya cara untuk berterima kasih.


Previous Post
Next Post