seorang wanita pulang kerja seperti hari-hari biasanya. pada pukul 3 dini hari, dia memarkirkan mobilnya, lalu berjalan menuju apartemennya yang berjarak 100 meter. ketika dia menuju apartemennya, tiba-tiba seorang pria mendekatinya. lalu dibunuhlah wanita tersebut, di depan pintu apartemennya, disaksikan oleh para tetangganya. lalu ia pun mati disaksikan oleh para tetangganya.
apakah hal setega itu mungkin terjadi?
New York Times pada tanggal 27 Maret 1964 menuliskan sebuah artikel berjudul (yang artinya): "37 orang meyaksikan pembunuhan, tidak ada yang memanggil polisi". dan kejadian tersebut dialami oleh Kitty Genovese. seorang wanita malang, yang terbunuh hanya karena satu karakter sosial manusia: diffuse of responsibilites, atau dalam psikologi sosial disebut dengan bystander effect. (Darley, J. M. & Latané, B. (1968). "Bystander intervention in emergencies: Diffusion of responsibility". Journal of Personality and Social Psychology.)
dan ternyata, indikasi tersebut juga sepertinya terjadi di tengah-tengah apa yang sedang kita perjuangkan bersama: PIA.
***
jujur, ini bukan pertama kalinya saya mengeluh soal teamwork. semua bermula ketika saya mencoba menyusun rincian teknis lomba, yang ternyata tidak di follow up. lalu kemudian saya menganalisa, hal tersebut terjadi karena tidak jelas distribusi dan pembagian tanggung jawabnya, sehingga saya membuatkan struktur yang baru. walaupun sebenarnya, struktur itu bukanlah sebuah kewajiban dari saya. semua yang saya lakukan, bukanlah sebuah decision. melainkan sebuah option. walaupun ternyata setiap option tersebut di decided.
so, sejak saat itu, alhamdulillah semua mulai tersusun. koordinasi mulai berjalan dengan baik. apalagi himapsi dengan divisi-divisinya langsung memback-up divisi kegiatan yang sebelumnya memang nyaris tidak diperhatikan. saya bernafas lega disitu. akhirnya, kita bisa distinct antara konsep dan teknis, antara PIA dan Lomba, dengan sangat jelas.
tapi permasalahan tidak terhenti disitu. justru babak baru dimulai: bystander effect...
***
sejak awal saya lengser, saya sudah mengamini, bahwa himapsi harus lepas dari pengaruh otoritas dan intervensi saya. terlebih, semakin kesini, banyak SDM himapsi yang sangat capable, sangat kaya resources: fasilitas, waktu, tenaga, abilities, dsb. berbeda dengan zaman kami yang semua masih dalam keterbatasan, semua masih dalam fase ujicoba, trial and error. so, human resources factor yang saya ukur tersebut, meyakinkan saya bahwa himapsi sudah memiliki tubuh yang kuat.
saya pun melobi pak ali. saya meminta bahwa intervensi kita harus sudah mulai dikurangi dalam kegiatan himapsi. maka dibentuklah secara perlahan PIC, sebuah institusi non struktural dengan fungsi mengolah informasi himapsi, dan tujuan akhirnya adalah wadah informasi/komunikasi utk para alumni himapsi. yang kemudian, akhir tahun 2014 saya bertemu dengan Ibu Iffah (trainer PIO Surabaya), ibu iffah menyarankan dalam bentuk yang lebih spesifik: Student Career Center. di prodi pun mensupport pak ali utk membuat semacam institusi secara de facto, berupa training and development center. kami pun bergerak dengan konsep kegiatan yang hanya menggaet "mereka yang mau berkembang". berbeda dengan kegiatan himapsi yang harus "mencakup seluruh mahasiswa". terlebih dengan adanya kasus generasi tangguh, pak ali semakin menjauh dari kegiatan kolosal.
sehingga, ketika nama saya dibahas pada mubes 2014, saya setuju bahkan mendukung sikap himapsi untuk menjadi lebih baik. seperti yang diungkapkan oleh Soekarno dalam "Deklarasi Ekonomi" tahun 1963, "berdikari: berdiri di atas kaki sendiri". himapsi adalah sebuah tongkat estafet yang saya serahkan kepada generasi berikutnya. dan artinya, ketika tongkat estafet itu saya serahkan, maka saya berhenti berlari dan cukup berteriak memberi semangat, pelari berikutnya lah yang meneruskan mewujudkan kemenangan yang diinginkan.
saya melihat, estafet itu sudah diterima. dan pelarinya pun sudah berlari. masalahnya, pelari tersebut bukanlah seorang. dia membawa serta sekelompok orang yang dipercayainya. tapi, groupnya enggan berlari! mereka berkhianat terhadap kepercayaan pemimpinnya yang mempercayai mereka.
ada apa? again: bystander effect....
***
PIA semakin dekat. persiapan yang krusial masih banyak yang terlewatkan. kita memang berjalan. mungkin kita akan menang perang. tapi luka yang kita dapati terlalu banyak. mungkin saya yang terlalu lemah utk berada dalam perang, atau perang ini begitu ngerinya sehingga saya berfikir untuk diam di tempat. saya hanya bingung, kemana mereka yang sudah berani mengambil tanggung jawab utk menjadi panitia? kemana mereka yang sudah membaca job description nya? kemanakah mereka yang ingin berdikari?
memang saya salah, karena mulai lagi ada intervensi dari saya. saya meminta ampun kepada Tuhan atas kelalaian dari kommitmen saya, dan saya berharap teman-teman himapsi memaafkan dosa saya tersebut. tujuan saya, hanyalah ingin menyelamatkan kegiatan ini. saya menghormati pak ali sebagai tutor saya, dan beliaulah yang memprakarsai kegiatan annual ini. so, saya sangat tidak ingin acara ini malah membawa preseden buruk bagi himapsi, atau bagi pak ali. saya berpikir teleologis, dan berani lakukan ini dalam rangka respect saya terhadap himapsi, dan terhadap beliau.
ketika PIA 2015 di konsep di akhir tahun lalu, saya sudah memposisikan diri sebagai helper. saya tidak mengurusi secara aktif. hanya sesekali berkumpul dan meet up, dan hanya memberikan data dan file PIA 2014 untuk dasar penggarapan PIA 2015. saat itu, saya mulai senyum, sebab himapsi (dalam hal ini panitia PIA) mulai membentuk shape nya, sesuai dengan apa yang kita dulu inginkan. saya pun sudah memberi pernyataan, "saya hanya akan bantu di teknis perlengkapan, pada saat hari H".
uniknya, ketika saya mulai mensupport PIA yang sedang hectic, posisi mulai perlahan terbalik. saya yang seharusnya hanya supervisi, dan mensupport secara pikiran dan tenaga, malah menjadi koordinator dan worker sekaligus. saya yang seharusnya pasif dan dihubungi, malah menjadi aktif mengkoordinasi dan aktif menghubungi. bukannya saya tidak ingin membantu. tapi, bukankah kita sudah ada agreement, bahwa saya harus membatasi fungsi dan gerak saya dalam kegiatan inti himapsi?
saya hanyalah membantu, ketika saya aware bahwa PIA ini sedang bingung, karena saya tidak ingin himapsi menjadi korban "itu". tapi, ketika saya turun membantu, kemana mereka?
lucu ya, mereka justru berbalik dan terindikasi "itu".
again: bystander effect...
***
konklusi
saya berterima kasih kepada seluruh teman dan person yang sudah mensupport kinerja PIA. anda semua adalah team yang bagus. masalahnya, PIA tidak memerlukan team yang bagus. tapi memerlukan team yang the best. good is not enough, dude! bahkan kita harus jadi ULTIMATE.
curahan hati ini, bukanlah saya tujukan kepada seseorang tertentu. bukan. adalah tugas kita masing-masing individu untuk berintrospeksi, dan merefleksikan diri tentang kualitas individual kita. setiap diri kita cukup introspeksi saja, sejauh mana kita sudah menjalankan amanah job desc yang sudah kita sanggupi sebelumnya. Himapsi, SC, OC, Manager, PJ Divisi, dan semua yang terlibat didalamnya, harus turut serta berintrospeksi. kalau perlu ajak pak badar sekalian :D
hadirnya saya di PIA, seharusnya janganlah membuat mereka para decision makers jadi melempem. jika ketidakhadiran saya lebih baik bagi team untuk berkembang, maka sampaikanlah dengan asertif seperti yang dilakukan oleh himapsi. saya lebih senang itu, dibanding saya diminta turun tangan, tapi malah sdm yang ada melalaikan tugas-tugasnya.
saya percaya, ketua himapsi sedang galau saat ini. saya bisa merasakan apa yang dirasakan seorang ketua himapsi. saya percaya, Azra ingin membawa himapsi lebih baik. bahkan surat ini saya tujukan kepada Azra, karena kepercayaan saya untuk berdiskusi dan share dengan Azra. tapi, sekuat apapun seorang ketua bergerak, ketua hanyalah ujung dari sebuah sistem yang besar. sekuat apapun Azra mencoba berdikari, Azra hanyalah seorang diri.
saya berharap, team PIA (dalam hal ini seluruh himapsi, karena PIA sudah melibatkan seluruh anggota himapsi) kembali solid dan mulai menjalankan fungsi roda organisasi dengan baik. kalian harus jadi ULTIMATE IN DIVERSITY.
jika kita ingin himapsi lebih baik, jika anda ingin berdikari, maka buktikanlah kualitas kommitmen individu, dan kualitas kerja team. buktikan bahwa saya sudah tidak lagi diperlukan.
saya hanyalah seorang person, perantau dari kota yang sering diejek di medsos. saya seorang diri, tidak mungkin bisa mengalahkan kualitas kalian jika kalian bersatu.
syaratnya hanya satu: bergeraklah, bekerjalah. jangan hanya jadi bystander.
"Thou shalt not be a victim, thou shalt not be a perpetrator; but, above all, thou shalt not be a bystander." ― Yehuda Bauer, (dalam buku "The Legacy of Holocaust", 2011)
with love and respect,
incefurqan