Sekira tahun 2004, saya aktif di sebuah Yayasan yang bergerak di kemanusiaan sosial. Otomatis pembicaraan keseharian kita biasanya tidak jauh seputaran filantropi dan humanity. Hingga pun kita membahas seputar kejahatan kemanusiaan.
Tidak ada keraguan, bahwa banyak sekali kasus-kasus kejahatan kemanusiaan yang kita lihat di berita TV atau media lainnya. Namun, sering kita tidak sadari, ada satu hal kejahatan yang terlewat dari pemikiran kita sebagai "homo religius" atau manusia yang berketuhanan: kejahatan berupa menjerumuskan dan menjauhkan manusia jauh dari petunjuk agamanya.
Kejahatan ini, secara nyata akan memiliki efek yang sangat berkepanjangan, yaitu efek dunia dan akhirat. Seseorang yang jauh dari agama, hidupnya di dunia tidak akan berkah, dan di akhirat pun dia akan merana. Dan kehidupan akhirat itu abadi berlaku selama-lamanya.
Kepedulian terhadap kejahatan ini, seharusnya memang membawa kita kepada satu muara: mengajak orang lain kepada kebaikan. Kepedulian ini, ternyata tidak hanya kewajiban kita sebagai "homo religius" tadi, melainkan juga sebagai "homo socius", yaitu manusia yang bersosial, zoon politicon, yang saling memerlukan satu dengan lainnya. Ya, kita saling memerlukan orang lain dalam rangka saling menasihati dan saling mengingatkan.
Dijelaskan dalam sebuah ayat al-Quran (3:110), "Kalian adalah sebaik-baik ummat yang dilahirkan utk kalangan manusia, (yaitu yang) mengajak kepada kebaikan, mencegah daripada kemungkaran, dan beriman kepada Allah"
Jadi, mulailah kita peduli terhadap nasib kemanusiaan di sekitar kita. Memberi hidayah memang bukan tugas kita, itu adalah hak Allah semata. Tapi, tidak perlu ragu dan malu untuk selalu mengajak kepada kebaikan. Sebab, jika kita mengacuhkan hal ini, khawatirnya, kita justru terjebak tanpa sadar dalam sebuah kejahatan kemanusiaan.