Mid-Life Crisis
istilah ini dipopulerkan oleh Elliot Jacques pada tahun 1965 dalam International Journal of Psychoanalysis. bila diterjemahkan ke dalam bahasa kita, menjadi krisis paruh baya. tapi, masyarakat kita lebih familiar menyebutnya 'puber kedua'
istilah ini awalnya digunakan untuk menandakan keadaan seseorang ketika mengalami perubahan signifikan dalam fisiknya. Berbeda dengan puber pertama (masa remaja) yang mengalami penambahan kapasitas fisik, usia paruh baya merupakan usia di mana terjadinya penurunan kapasitas fisik. Perubahan yang signifikan ini kemudian menimbulkan gejolak psikologis, sehingga dinamai krisis paruh baya.
fakta ilmiah mengenai midlife crisis ini memang masih banyak menuai perdebatan. hasil studi yang dipublikasikan Washington Post pada tahun 1999, menunjukkan bahwa hanya 25% dari subjek penelitian yang mengalami puber kedua. terlepas dari perbedaan sudut pandang yang terjadi pada kalangan scientist (silakan lihat di sini), gejala midlife crisis memang ada dan terjadi secara nyata pada beberapa orang, walaupun sangat tergantung oleh beragam faktor predisposisi bagi individu yang mengalaminya.
'Gejala' Midlife Crisis
Menurut Dr. Phil McGraw, ahli psikologi klinis APA, Midlife crisis ditandai dengan beberapa gejala, di antaranya:
- mencari impian atau tujuan yang belum tercapai
- penyesalan pada tujuan yang tidak tercapai
- hasrat untuk menjadi muda kembali (di dunia barat, kecenderungan untuk operasi plastik lebih tinggi pada saat usia paruh baya, baik pada wanita, dan bahkan pria!)
- ingin menghabiskan waktu sendiri, atau dengan peer.
- rasa khawatir (khawatir akan kematian, sakit, tidak menarik lagi, tidak berguna lagi, dsb.)
- kecenderungan membeli barang yang mahal dan tidak biasa
- meningkatnya perhatian pada penampilan (menutupi kebotakan, mencat rambut beruban, atau menggunakan pakaian yang lebih terlihat muda, dsb.)
- menjalin relationship baru, terutama dengan yang lebih muda (passionate dan intimate relationship)
Al-Quran dan Midlife Crisis
Perlu dicermati, saya bukanlah ahli tafsir. Sebab, terkadang al-Quran memuat statement yang gamblang dan eksplisit, dan tidak memerlukan penafsiran lebih jauh. sehingga apa yang saya lakukan ini sebatas penelaahan terhadap statement yang 'tersurat', bukan penafsiran pada pesan 'tersirat'.
saya menemukan sebuah tulisan menarik yang mengaitkan antara midlife crisis dengan al-Quran. Saya cukup menambahkan sedikit saja pemahaman saya terhadap ayat tersebut untuk menanggapi fenomena midlife crisis.
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
artinya: "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku; dan supaya aku dapat berbuat amal saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku (dengan cara memberi kebaikan) untuk keturunanku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri".
setidaknya, ada 5 point yang menjadi solusi midlife crisis dalam kandungan doa pada ayat tersebut (jika boleh, saya senang menyebut doa ini sebagai doa terhindar dari midlife crisis).
1. Bersyukur
dibanding merisaukan apa yang belum kita perolehi, kita lebih baik mensyukuri apa yang telah kita dapatkan. rasa syukur ini bisa mengatasi penyesalan yang terjadi ketika midlife crisis.
2. Berbuat kebaikan
berbuat baik memang tidak hanya diperintahkan ketika berusia paruh baya saja. tapi, ayat ini memberikan penekanan terhadap behave ini ketika usia 40 tahun: perbuatan baik ditingkatkan, agar terhindar dari perbuatan buruk yang umum terjadi ketika midlife crisis.
selain itu, perbuatan baik juga menghapus dosa perbuatan buruk, sebagaimana dijelaskan dalam surat Huud ayat 114, dan juga dalam hadist yang artinya "iringilah perbuatan burukmu dengan perbuatan baik, maka kebaikan itu akan menghapus keburukanmu" (HR. Tirmidzi No. 1978). mungkin ya, karena saat puber kedua itu rawan melakukan dosa, sehingga dianjurkan beramal saleh lebih banyak, supaya dosa tersebut terhapus".
3. Memohon kebaikan pada anak-cucu, untuk kebaikan diri sendiri (Care)
Teori Erik Erikson menjelaskan bahwa pada tahap ketujuh, yaitu usia antara 35-55 tahun, individu mengalami fase perkembangan generativitas vs stagnasi/mandeg. Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Generativitas dapat dicerminkan dengan sikap peduli terhadap orang lain.
Jika individu gagal dalam fase ini, maka akan ditimpa rasa stagnasi (tidak peduli), bosan, dan 'miskin' interpersonal. penggambaran Erikson tentang kesulitan-kesulitan emosional tersebut, mirip dengan deskripsi Carl Jung tentang midlife crisis.
1. Bersyukur
dibanding merisaukan apa yang belum kita perolehi, kita lebih baik mensyukuri apa yang telah kita dapatkan. rasa syukur ini bisa mengatasi penyesalan yang terjadi ketika midlife crisis.
2. Berbuat kebaikan
berbuat baik memang tidak hanya diperintahkan ketika berusia paruh baya saja. tapi, ayat ini memberikan penekanan terhadap behave ini ketika usia 40 tahun: perbuatan baik ditingkatkan, agar terhindar dari perbuatan buruk yang umum terjadi ketika midlife crisis.
selain itu, perbuatan baik juga menghapus dosa perbuatan buruk, sebagaimana dijelaskan dalam surat Huud ayat 114, dan juga dalam hadist yang artinya "iringilah perbuatan burukmu dengan perbuatan baik, maka kebaikan itu akan menghapus keburukanmu" (HR. Tirmidzi No. 1978). mungkin ya, karena saat puber kedua itu rawan melakukan dosa, sehingga dianjurkan beramal saleh lebih banyak, supaya dosa tersebut terhapus".
3. Memohon kebaikan pada anak-cucu, untuk kebaikan diri sendiri (Care)
Teori Erik Erikson menjelaskan bahwa pada tahap ketujuh, yaitu usia antara 35-55 tahun, individu mengalami fase perkembangan generativitas vs stagnasi/mandeg. Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Generativitas dapat dicerminkan dengan sikap peduli terhadap orang lain.
Jika individu gagal dalam fase ini, maka akan ditimpa rasa stagnasi (tidak peduli), bosan, dan 'miskin' interpersonal. penggambaran Erikson tentang kesulitan-kesulitan emosional tersebut, mirip dengan deskripsi Carl Jung tentang midlife crisis.
Jadi, dengan menumbuhkan rasa kepedulian terhadap generasi penerus, dapat menghindarkan individu dari midlife crisis berupa stagnasi.
4. Bertobat
Freud berpendapat bahwa pada usia paruh baya, pikiran manusia dipengaruhi oleh ketakutan terhadap kematian.
Dengan melakukan tobat, individu akan memperbaiki hubungan dengan Tuhannya, dan mulai melakukan perjalanan spiritual menuju Tuhan. jika manusia sudah mempersiapkan dirinya untuk menuju Tuhan, maka dia tidak akan khawatir atau takut terhadap kematian. justru merindui kematian. sebab, kematian adalah satu-satunya pintu untuk dia dapat menuju pertemuan kepada Tuhannya.
5. Berserah Diri
Tobat dengan kesadaran penuh atas kesalahan yang pernah dilakukan, akan membuat individu mampu berserah diri secara sempurna: tampil apa adanya di hadapan Tuhannya, percaya pada ketentuan Tuhan, dan berprasangka baik terhadap takdir yang ditetapkan Tuhan padanya. dalam tulisan terdahulu, saya menggambarkan berserah diri secara sempurna dengan kalimat "Pasrahku abadi untukMu".
Berserah diri secara sempurna, akan menghindarkan individu dari kekhawatiran yang tidak perlu dan berlebihan. termasuk kekhawatiran yang kerap muncul ketika midlife crisis.
***
tulisan ini, terutama yang berkaitan dengan al-Quran, hanya pandangan pribadi saya, dan mutlak bukan mewakili hukum atau syariah Islam yang sama sekali bukan ranah saya.
saya berusaha sangat hati-hati ketika berbicara dengan dalil al-Quran, karena itu adalah kalam Allah. saya lebih menganggap apa yang saya lakukan adalah penelaahan berdasarkan pendapat (tafsir bi ar-ra'yi). dengan niat semoga bisa menjembatani antara sains dan religion.
Semoga bermanfaat dan mencerahkan...
Ince Furqan