19 Apr 2015

Begini Ternyata Cara 'Belajar' Scientist

Salam.

dini hari barusan saya berdiskusi dengan seorang teman, mengenai tokoh-tokoh intelektual yang ada dalam histori manusia. dia pun lalu bertanya, "mereka itu cara belajarnya gimana ya? kok mereka ga bagi-bagi ke kita cara belajar supaya bisa maksimal seperti mereka?"

pertanyaan itu akhirnya terus menggelayut di pemikiran saya. setelah dia pulang, saya fokus mencari referensi ilmiah pengembangan diri tentang "bagaimana sih cara orang pintar itu belajar?"

permasalahannya ternyata bermuara pada satu hal: multitasking.


BAHAYA MULTITASKING

tidak dipungkiri, bahwa di zaman modern ini, manusia cenderung lebih mudah melakukan multitasking. Daniel Goleman (penulis buku Emotional Quotient yang fenomenal itu), memang sudah menekankan bahwa tantangan multitasking di era digital ini lebih 'mengerikan' dibanding era sebelumnya. sebab, manusia lebih mudah mendapatkan hambatan distraction (kalau diterjemahkan bebas: pengalihan, gangguan perhatian, dan sejenisnya).

permasalahannya, Dr. Sanjay Gupta (neuroscientist) mengatakan bahwa ketika seseorang melakukan multitasking, sebenarnya dia TIDAK melakukan dua hal atau lebih sekaligus. tapi, dia melakukan perpindahan dari satu fokus ke fokus lainnya secara bergantian, sehingga kita hanya memberikan setiap hal tersebut fokus yang parsial.

dalam studinya (berjudul A Decrease in Brain Activation Associated with Driving When Listening to Someone Speak) mengungkap bahwa setiap kali individu mendengarkan percakapan sambil menyetir, maka dia kehilangan fokusnya dalam menyetir sebesar 37%. kesimpulan penelitiannya: setiap kali orang menyetir sambil mengobrol, mereka ternyata bukan melakukan itu secara bersamaan. tapi, mereka justru membagi dan memecah perhatiannya kepada kedua hal tersebut, sehingga masing-masing aktivitas mendapatkan porsi perhatian yang sedikit. hal ini berujung pada menurunnya performa berkendara mereka, hingga berada di bawah standar keamanan.

selama ini kita menyangka, bahwa melakukan multitasking itu, berarti kita membagi fokus dan perhatian kita menjadi dua (splitting). cognitive psychology dengan telak membantah hal tersebut: impossible. sebab, otak manusia tidak memiliki area tambahan untuk melakukan atensi lain (lebih dari satu) secara simultan. sehingga, otak kita memanipulasinya dengan cara berpindah-pindah dari fokus satu ke fokus lainnya secara cepat. hal ini ternyata menghambat kita untuk menyerap penuh informasi yang datang dari hal yang sedang kita lakukan. kita hanya bisa menyerapnya sebagian!

penyebab yang paling nyata dalam mengakibatkan inefisiensi kerja otak adalah multitasking, itu kata para ilmuwan sains kognitif. sebab, ketika kita mengalami distraksi saat sedang fokus , otak kita memerlukan waktu rata-rata 15 menit untuk bisa kembali lagi fokus secara penuh.

nah sekarang, kita ukur diri kita. seberapa sering kita melakukan multitasking dalam pekerjaan kita, atau ketika sedang belajar?


MENGATASI DISTRAKSI MULTITASKING DENGAN MINDFULNESS



jujur, saya sulit mengartikan mindfulness ini. secara bebas, mindfulness bisa kita artikan: kualitas kesadaran diri; proses mengenali segala hal baru di sekitar kita secara aktif; kualitas perhatian pada situasi saat ini, here and now.

Prof. Goleman mengatakan bahwa para praktisi HR yang dilatih dengan pendekatan mindfulness, kemudian mereka menghadapi tantangan distraksi dalam pekerjaan mereka sehari-hari, menunjukkan peningkatan dramatis dalam kemampuan konsentrasi mereka. bahkan, mereka menjadi mampu untuk tahan berlama-lama mengerjakan suatu tugas, dan bisa menyelesaikan tugas-tugas tersebut secara efisien.

pendekatan mindfulness ini adalah tentang "how to cope". berikut saran dari Goleman ketika kita sedang 'dihajar' oleh distraksi:

1. Identifikasi kelemahan kita
kita harus tahu hal-hal apa saja yang paling sering mengganggu dan menjadi distraksi dalam fokus kita. kalau sudah tahu, maka carilah solusinya. Goleman memberikan contoh, hal yang paling sering menjadi distraksi di zaman modern ini adalah notifikasi socmed, email, sms, dan sejenisnya. solusinya adalah silence, atau bahkan gunakan aplikasi yang bisa menghambat notifikasi tersebut utk sementara waktu yang diperlukan.

2. Sadarlah dan notice ketika kita kena distraksi
ketika tiba-tiba pikiran kita hilang dan melenceng dari fokus utama kita sebelumnya, kita harus sadar dan notice terhadap keadaan tersebut. katakan dalam imagery kita "otak saya mulai lepas fokus dari yang harusnya saya lakukan". dengan melakukan ini, kita telah melepaskan distraksi tersebut dari otak kita, dan kita juga telah mengaktifkan ulang otak kita terhadap tugas-tugas yang ada.

3. Berlatih mindfulness setiap hari
berlatihlah seperti ini: atur nafas, sadari diri anda ketika terkena distraksi, lalu kembali lagi mengatus nafas. hal ini merupakan olah mental (latihan mental, mental workout), mirip seperti olahraga angkat beban. artinya, semakin terbiasa kita mengangkat suatu beban, maka kelamaan akan terasa semakin ringan. mental juga dilatih seperti itu. semakin sering kita aware dan mindful terhadap distraksi yang ada, maka kita bisa mengatasinya karena kita menganggapnya hal yang ringan saja. ketika kita melatih diri kita dengan mindfulness, kemampuan otak kita akan terus meningkat. sehingga nantinya, otak kita mampu notice terhadap 'serangan distraksi' dengan lebih baik, mampu melepaskan distraksi tersebut dengan lebih sempurna, dan mampu utk kembali fokus dengan lebih cepat.


Elad Levinson, seorang Konsultan bidang Organization Effectiveness, juga punya tips untuk mengatasi distraksi (yang menurut saya lebih ekstrem, hehe),

1. conscious
harus sadar. sadar, lalu menempatkan mind, body, and soul dalam pekerjaan yang sedang kita lakukan, in one place at one time. lalu kerahkan seluruh fokus dan perhatian kita terhadap tugas yang ingin kita laksanakan. lalu secara perlahan tapi pasti, laksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tersebut (chunking).

2. sit and stay
kemampuan utk 'sit and stay' mampu membantu kita untuk fokus dan meninggalkan multi tasking. ternyata, tidak hanya berlaku untuk orang dewasa saja, untuk melatih anak supaya bisa fokus, juga harus membiasakan 'sit and stay' ini. Levinson menekankan, bila anak memiliki PR, maka latihlah dia untuk 'sit and stay' dengan tugasnya, sesulit apapun itu. biasakan sit and stay, ga usah keluyuran.

3. control over our attention
intinya, ini adalah sistem 'paksa' (behaviorist banget ga sih?). kita harus berusaha untuk memaksimalkan atensi kita, lalu menempatkannya di tempat yang seharusnya. Levinson memberikan contoh latihan sebagai berikut: buat target, bahwa di pekan depan kita ada jadwal latihan fokus selama 45 menit. selama 45 menit tersebut, kita berusaha untuk fokus dengan apa yang kita lakukan (terserah apapun itu, yang penting produktif, terutama hal-hal produktifitas yang selama ini sering kita lakukan tanpa fokus maksimal). lalu, setiap 45 menit tersebut, beri jeda 5 menit utk relaksasi sekitar tubuh, mata, bahu, dan lainnya. lakukan ini secara berkala untuk meningkatkan kemampuan fokus kita.


KONKLUSI

ternyata, cara mereka belajar tidak ada yang istimewa. hanya satu keistimewaan mereka: mereka tetap bisa stay fokus ketika yang lainnya sudah mulai bosan dan mulai terdistraksi.

beberapa orang diantara kita mungkin ada yang ketika ingin fokus belajar, terlebih dahulu sibuk mempersiapkan segala sesuatunya: cemilan, fasilitas, dsb. padahal, cemilan dan fasilitas yang ada justru berpotensi berpotensi menjadi distraksi. ini nyata banget, ketika saya mengisi pelatihan yang menggunakan laptop, dalam keadaan wifi dinyalakan: peserta akan terdistraksi oleh kesempatan untuk nge-net gratis.

bahkan dosen saya dulu di bidang sastra dan linguistik yang berkewarganegaraan Comoros, dan lama studi di Prancis, punya ciri khas yang unik kalau sedang diskusi atau mengajar. dia tidak mau ada konsumsi dibagikan pada saat dia sedang menjelaskan sesuatu. ketika saya sharing kepadanya tentang konsep kita orang Indonesia "ga ada logika kalau ga ada logistik", dia menjelaskan, "break snack boleh, tapi tidak sambil diskusi atau penjelasan. waktunya makan, makan. waktunya belajar, belajar". Agak sadis sih. tapi saya jadi ga heran, mungkin itu sebab dia bisa belajar dan berbicara fasih banyak bahasa, hingga saya terinspirasi darinya (dia bisa bahasa Inggris, Swahili, Arab, Prancis, Vietnam, Cambodia, ga bisa bahasa Indonesia, tapi bisanya Melayu Malaysia, dan lainnya).

saat ini, kita nyaris tidak mungkin menghindari distraksi tersebut. sebab, seperti kata Goleman tadi, era digital ini distraksinya banyak. email saya terus berbunyi , BBM juga ga mau kalah, sms dan telepon juga ga sedikit (isinya rata-rata nanya dan konsul soal PSP, haha). sehingga, saya sendiri harus menemukan waktu yang tepat untuk bisa membaca atau menuangkan abstraksi saya kedalam bentuk tulisan. hingga akhirnya ketemulah hikmah dibalik kebiasaan saya tidur larut.

so, karena tidak mungkin menghindar (dan memang otak manusia tidak diciptakan utk menghindar/divert), maka solusi yang terbaik adalah realize, menghadapi, dan mengatasinya. itulah mindfulness.

dan, mungkin itu yang dimaksud oleh Einstein,
"It's not that I'm so smart, it's just that I stay with problems longer."


--

Ince Ahd Furqan
Previous Post
Next Post