18 May 2016

Hari Buruh?

Secara pribadi, saya kurang nyaman dengan sounding hari buruh yang menurut saya berlebihan, walaupun dianggap sebagai bagian dari peringatan hari internasional.



Hal ini bukan berarti saya antipati terhadap nasib kaum buruh. Nasib buruh jelas harus diperhatikan, terlepas dari statusnya sebagai buruh. Saya mendukung perlakuan yang ideal bagi kesejahteraan buruh, bukan karena mereka buruh. Tapi karena mereka adalah manusia. Penegakan keadilan itu kewajiban, tanpa menunggu hari atau momen tertentu.

Sudah seharusnya, keadilan oleh pemerintah harus ditegakkan kepada seluruh elemen warga negaranya: buruh, petani, nelayan, pegawai sipil, militer, dsb. Maka apakah perlu kita membuat hari-hari spesial untuk masing-masing klasifikasi tenaga kerja?

Hari Buruh, walaupun diadopsi juga oleh negara non komunis di Eropa, tapi sejatinya merupakan hasil dari pergerakan kaum komunisme dan marxisme, keduanya merupakan ideologi politik yang menarik, namun sudah usang untuk diterapkan. Sebab, terbukti kegagalannya dalam menghadapi dunia di era baru.

Rusia terpecah digerogoti oleh paham sosialisnya. Bahkan, Cina/Tiongkok mulai menjadi negara adidaya di belahan timur bukan karena republik kerakyatannya, tapi justru karena perekonomiannya mulai ala-ala kapitalis: berorientasi ke pasar dan banyak bermunculan pengelolaan swasta.

Konklusinya, perubahan bisa terjadi bukan karena kita memperingati hari buruh atau tidak. Tapi lebih pada action kita memperjuangkan keadilan yang memang diperintahkan dalam agama. Ingat Hadist tentang membayar upah pekerja sebelum keringatnya kering? Hadist itu ada jauh sebelum peringatan hari buruh dicetuskan.

Previous Post
Next Post