"tidak ada manusia sempurna," hati ini berucap kepada diri sendiri, ketika menyadari sebuah kesalahan. mungkin dia adalah kalimat motivasi. tapi, bisakah kalimat tersebut kita ucapkan juga, ketika seseorang berbuat salah pada kita? nyatanya sulit. disisi lain, ternyata kita ingin dipahami ketika kita berbuat salah. ucapan "nobodies perfect" yang kita ucapkan dalam hati kita, juga kita harapkan terucap pada lisan-lisan sekitar kita. tapi, bisakah mereka menerima kesalahan kita secara wajar? atau memusuhi kita?
anda, saya, kita semua, adalah manusia yang tidak akan luput dari kesalahan. sehingga, jika kita memikirkan "kesalahan" tersebut, tentu tidak akan ada habisnya. tapi yang perlu kita bicarakan adalah "menyikapi kesalahan". saya teringat sebuah kata bijak melayu tua:
jika mencintai manusia, jangan sampai hilang seluruh keburukannya. jika membenci manusia, jangan sampai hilang seluruh kebaikannya. cintai, dan bencilah berpatutan
tapi, kata hanyalah tinggal kata. implementasi yang diharapkan dari nasehat tersebut, terabaikan. orang yang berbuat kebaikan, disanjung dipuji, hingga ia terlena, seakan-akan tidak memiliki dosa. padahal, bukankah, pujian yang datang pada kita, itu hanya karena Allah menutupi aib kita?
dan juga, sering kita temui, karena sebuah kesalahan, kebaikan yang ditanam sebelumnya bagaikan kayu bakar yang terlalap api. hangus, lebur, hingga akhirnya tidak tersisa. saya hanya bisa mengelus dada, dan berdzikir, kemudian mengucap, "that’s life..."
hari ini, detik ini. saya merenungi diri. saya meyakini, tidak sekali dua kali saya mengecewakan orang. karena saya sangat yakin, saya bukan orang yang sempurna. bahkan seandainya Allah membuka dan menyingkapkan aib saya dihadapan orang lain, mungkin saya akan tetap mengurung diri selamanya. tapi, kekecewaan yang saya hadirkan, perlukah dibalasi dengan saya dibenci? apakah mereka yang membenci saya karena kesalahan ini, berpikir bahwa mereka orang suci? apakah mereka berpikir saya ini tidak mungkin memperbaiki kesalahan? tapi, saya tidak perlu proyeksi kepada orang lain. tidak akan ada penghujungnya.
lebih baik saya introspeksi diri, saya memang manusia yang penuh kesalahan. dosa demi dosa pernah saya lakukan. saya tidak pungkiri itu. saya memang bukan yang terbaik yang manusia idam-idamkan. karena itu mustahil. kesempurnaan mutlak, tidak akan pernah kita capai. yang saya yakini hanyalah satu hal: saya memang bukan yang terbaik.
apapun yang anda katakan, apapun yang anda stigmakan pada saya, saya tetap pada satu kata: saya bukan yang terbaik, dan saya tidak ingin menjadi yang terbaik. karena itu sia-sia. tapi, saya mencoba untuk melakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan. bukan untuk manusia, tapi untuk ridhaNya.