Sebagai seorang yang (mencoba untuk) humanis, saya meyakini bahwa ada kebaikan dalam setiap diri orang. Tidak ada manusia yang jahat seluruhnya, sebab pasti ada benih kebaikan dalam dirinya. Bahkan sering, orang-orang yang di cap "jahat" pun, dia merasa bahwa dia melakukan kebaikan.
Terkadang memang sulit mengukur kebaikan, karena baik menurut seseorang, belum tentu baik menurut lainnya, walaupun kita menggunakan pendekatan teleologis. Sama halnya dengan mengukur kebenaran, walaupun kita menggunakan pendekatan deontologis.
Tapi, ternyata tidak begitu sulit mengukur keikhlasan. Kebaikan maupun kebenaran, seringkali merupakan sebuah value atau nilai yang dibentuk dalam norma. Sedangkan keikhlasan, walaupun tidak mampu kita lihat secara langsung, namun memiliki konsep yang lebih universal.
Manusia bisa menilai dengan cepat, apakah sesuatu itu merupakan kebaikan atau bukan, berdasarkan nilai norma yang telah tertanam dalam dirinya. Namun, manusia hanya bisa menebak-nebak tentang apakah seseorang itu ikhlas atau tidak.
Keikhlasan, merupakan hal yang tak kasat mata, namun semua orang mudah merasakan kesannya. Keikhlasan adalah sebuah perkara batin yang merupakan rahasia antara seorang manusia dengan Tuhannya.
Keikhlasan merupakan cahaya di dalam hati, dia terselubung, namun kita bisa merasakan kehangatannya. Manusia yang dianugerahi keikhlasan, akan terus melakukan kebaikan, walaupun tidak ada yang mendukungnya. Dia akan melakukan yang terbaik, walaupun tidak ada yang melihatnya. Dia akan membalas kebaikan, terhadap kejahatan yang diterimanya.
Tapi, tetap saja, sebuah warna keikhlasan, adalah rahasia hati. Hati kita memang bisa merasakan, tapi bukan kapasitas kita sesama manusia untuk mengukurnya. Tidak perlu sibuk mengukur keikhlasan orang lain. Sebab, hanyalah Tuhan, yang mampu mengukur keikhlasan.